Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkan program yang dikenal sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965 ALRI mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi kekuatan dominan pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di jajaran ALRI antara lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory', fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, dan Tank Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.
[sunting] Trikora
Ada beberapa operasi laut selama operasi pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan sebutan Operasi Trikora itu. Pada awal Trikora digelar, kapal -kapal cepat torpedo ALRI harus berhadapan dengan kapal- kapal perusak, fregat, dan pesawat Angkatan Laut Belanda di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962. Komodor Yos Soedarso beserta RI Macan Tutul tenggelam pada pertempuran laut tersebut. Peristiwa yang kemudian dikenang sebagai Hari Dharma Samudera itu memacu semangat untuk merebut Irian Barat secara militer. Pada saat itu ALRI mampu mengorganisasikan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Tidak kurang dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut. Gelar kekuatan tersebut memaksa Belanda kembali ke meja perundingan dan dicapai kesepakatan untuk menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI.
[sunting] Dwikora
Politik konfrontasi RI dalam melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) dilanjutkan pada Operasi Dwikora untuk menentang pembentukan negara Malaysia. Meskipun unsur - unsur Angkatan Bersenjata RI telah disiapkan dalam operasi tersebut, namun operasi hanya sebatas pada operasi infiltrasi. Prajutir - prajurit ALRI dari kesatuan KKO-AL terlibat dalam tahap ini. Sementara unsur - unsur laut menggelar pameran bendera dalam rangka mengimbangi provokasi oleh kekuatan laut negara - negara sekutu. Operasi Dwikora tidak dilanjutkan seiring dengan suksesi pemerintahan di Indonesia pasca Pemberontakan G 30 S/PKI.
Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami babak baru dalam perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi ABRI. Dengan adanya integrasi ABRI secara organisatoris dan operasional telah mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas di bidang pertahanan dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan kekuatan dan kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan operasi yang menonjol pada kurun waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka integrasi Timor Timur kepada RI. TNI AL berperan aktif dalam operasi pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran pasukan melalui laut.
[sunting] Modernisasi
Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi peralatan tempurnya, kapal - kapal perang buatan Eropa Timur yang telah menjadi inti kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-an dinilai sudah tidak memenuhi tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni Sovyet pasca pemerintahan Presiden Soekarno membuat terhentinya kerja sama militer kedua negara. Oleh karena itu TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat untuk memodernisasi kekuatan dan kemampuannya dengan membeli kapal - kapal perang dan peralatan tempur utama lainnya dari berbagai negara, diantaranya Korvet berpeluru kendali kelas 'Fatahillah'dari Belanda, Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas 209/1300 buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali klas'Patrol Ship Killer' buatan Korea Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim 'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan Bersenjata Australia.
[sunting] Kegiatan non-tempur
Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa operasi bakti kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya di berbagai daerah terpencil di Indonesia yang hanya bisa dijangkau lewat laut. Operasi ini berintikan kegiatan pelayanan kesehatan, pembangunan dan rehabilitasi sarana publik, dan berbagai penyuluhan dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun hingga sekarang. Sejumlah negara juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut antara lain Singapura, Australia dan Negara Amerika Serikat. TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan jauh sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan dengan aspek pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan nyata yang dilakukan TNI AL adalah mendirikan badan - badan pengkajian pembangunan kelautan bersama - sama dengan pemerintah dan swasta di beberapa daerah, program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi Nasional menjadi KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka menggelorakan jiwa bahari bangsa, TNI AL menggelar event kelautan skala internasional yaitu Arung Samudera 1995 yang berintikan Lomba Kapal Layar Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang merupakan manifestasi pembangunan kelautan di Indonesia.
[sunting] 1990-an
Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal - kapal perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank (LST) klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau klas Kondor.Penambahan kekuatan ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih - lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta. Pembenahan - pembenahan tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari Esok yang Lebih Baik.